Kamis, April 02, 2009

Kampanye

Seorang calon legislator untuk tingkat kabupaten mengadu pada saya, betapa sulitnya melakukan kampanye saat ini. Materi kampanye yang diberikan oleh pimpinan partainya, tak laku. “Padahal, semua yang saya paparkan menjadi bahan kampanye secara nasional,” katanya.

Ia memberi contoh, bagaimana partainya mengkampanyekan sembako murah. Pokoknya program kilat serba murah agar terjangkau oleh wong cilik. “Saya sebutkan, enam tahun lalu harga premium tiga ribu, sekarang empat ribu lima ratus. Harga beras dua ribu, sekarang lima ribu. Jadi lebih enak masa lalu,” katanya memberi contoh. Apa yang terjadi? “Rakyat menertawai saya. Perbandingan itu sangat konyol, kenapa tidak dibandingkan dengan dua puluh tahun yang lalu, atau dibandingkan dengan zaman Majapahit sekalian?”

Saya juga ikut tertawa mendengar contoh ini. Ada contoh lain? “Banyak sekali, semuanya garis partai. Saya katakan, jika saya terpilih akan memberikan pupuk gratis dan semua petani mendapat cangkul, anak-anak petani yang masih sekolah akan mendapatkan laptop gratis,” katanya. Apa reaksi masyarakat? “Tadinya saya kira mereka senang, malah saya diejek sebagai pembual. Mereka bertanya, dari mana saya dapat duit? Saya tak bisa menjawab karena memang tak tahu dari mana sumber duitnya.”

Calon legislator ini seperti sudah stress, padahal kampanye baru memasuki minggu pertama. Ia mengaku modalnya cekak. Modal pertama menjual sawah, satu-satunya warisan orangtuanya. Dapat uang Rp 45 juta, sebanyak Rp 30 juta untuk menyuap pimpinan partainya agar bisa mendapat nomor urut satu. Ternyata nomor urut tak menentukan dan ia mengaku rugi besar ditelikung nomor urut di bawahnya. Terpaksa ia menghabiskan sisa anggaran untuk membuat baliho. Sekarang untuk modal kampanye ia menggadaikan rumahnya, dapat Rp 25 juta. “Ya, modalnya kecil, pesaing saya modalnya ratusan juta,” katanya.

Bahan kampanye, kata dia melanjutkan, sudah diprogram dari pusat, tapi tak nyambung dengan situasi setempat. Mau apa lagi, dia sendiri tak tahu bagaimana menyusun bahan kampanye. “Pernah saya lemparkan ke masyarakat soal gaji. Kalau saya terpilih, 70 persen gaji saya akan disumbangkan untuk orang miskin di pedesaan. Janji ini bukan saja menunai ejekan, malah saya nyaris diusir. Saya diteriaki: calon koruptor, calon penerima suap. Duh, sedihnya,” katanya nelangsa.

Saya bertanya, apa janji menyumbangkan gaji itu pernah disepakati oleh calon wakil rakyat? Dia membenarkan. Gaji wakil rakyat nanti, 30 persen untuk iuran partai, selebihnya disumbangkan saja, tak apa-apa. Toh akan ada uang tambahan di luar gaji resmi, misalnya, uang reses, uang sidang, uang dengar pendapat, uang studi banding, uang dari mitra kerja di eksekutif, uang dari badan usaha milik Negara, dan uang dari kontraktor yang proyeknya dibahas di legislatif. “Ini katanya soal biasa, kalau di pusat bisa mendapat milyaran, di provinsi dalam ratusan juta, di kabupaten paling apes lima puluh juta sebulan, belum lagi kalau mensahkan undang-undang atau peraturan daerah,” katanya. “Ini yang membuat saya tertarik mengadu nasib untuk menjadi calon legislator.”

Saya tak bisa memberi saran. Dia bilang: “Bagaimana kalau saya tak usah kampanye terbuka? Lebih baik membuat baliho lagi dengan kata-kata seperti yang sudah digariskan partai: mohon doa dan dukungan, siap berjuang untuk rakyat, tempat rakyat mengadu….”

Saya memotong: “Apa rakyat percaya? Anda sendiri justru mengadu ke saya…” Dia kaget, lalu katanya lirih: “Yang penting kan tidak diejek di depan umum.”

1 komentar:

ubertosaam mengatakan...

Pinon Designs: Best titanium earring posts - TITanium Arts
TIANN micro touch titanium trimmer DICKET (TECHNICAL) snow peak titanium spork - Titanium titanium welder Earrings 2019 ford edge titanium for sale – The best quality earrings. We are Tasty and our favorite company, Tasty is the company that makes them a everquest titanium


Free Blog Content