Jumat, Desember 05, 2008

Angka



Namanya Sidhayogi Acharya Shri Kamal Kishore Gosvami. Ia penemu teknik “meditasi angka”. Disebut begitu, karena peserta hanya perlu mengingat satu angka. Angka itu harus dirahasiakan dan hanya boleh diketahui Sang Guru, karena angka itu “disucikan” di hadapan guru. Lewat angka suci itulah para penekun meditasi menyebut nama Tuhan untuk membangkitkan kekuatan kundalini yang ada di dalam tubuh.

Sebagai penekun, seharusnya saya tak perlu tahu angka berapa yang dipilih para sahabat meditasi. Tapi, dasar saya suka iseng, dalam sekali lirikan saya bisa menebak angka yang dipilih oleh teman duduk saya. Misalnya, dengan melihat berapa batang dupa (atau hio) yang dia bakar, berapa kali dia melafalkan doa dari “bahasa tubuhnya”. Bermeditasi dengan iseng melirik kiri kanan seperti ini tentu tak dianjurkan, tapi saya kan memang bandel?

Saya menduga, banyak peserta yang memilih angka 6. Lalu saya main tebak: “O, itu pasti karena angka 6 adalah milik alam semesta, yang memenuhi jagat raya.” Dalam ritual Hindu, angka 4 ada di utara, angka 5 di timur, angka 7 di barat, angka 8 di tengah, dan angka 9 ada di selatan. La, angka 6 kok dilewatkan? Itu artinya angka yang “maha sakti” memenuhi seluruh penjuru angin.

Seorang yogi menyebutkan, angka 6 paling baik. “Hanya angka 6 yang kalau dibalik, nilainya jadi 9, angka tertinggi. Kalau 666, itu lebih istimewa, karena jumlahnya 18, dijumlah lagi jadi 9, padahal tanpa harus dibalik,” katanya. Angka yang bisa diputar balik adalah 1, 6, 8 dan 9. Angka lainnya kalau dibalik “tak berbunyi”. Angka 1 dan 8 meski pun dibalik, nilainya sama. Angka 9 kalau dibalik nilainya malah turun.

Bagi sebagian masyarakat, sejak zaman baheula, angka menjadi roh kehidupan. Semua angka punya makna dan perlambang, lalu jadi acuan dalam mencari jodoh, melakukan usaha, peruntungan, dan segalanya. Ini disebut primbon. Adapun di era modern ini, angka dikutak-katik untuk memasang togel (toto gelap). Ini kebiasaan orang desa. Kalau orang kota, mereka mau membayar mahal untuk nomor polisi di mobilnya atau nomor hp-nya. Ini disebut “nomor cantik”.
.
Banyak juga yang tak peduli angka. Saya termasuk di dalamnya, cuek saja, kecuali untuk meditasi itu. Apalagi, jika dikaitkan dengan kepercayaan, saya bisa bingung, mengacu kepada kepercayaan yang mana? Di India, Cina, Yunani, Dayak Kaharingan, Jawa, makna angka bisa berbeda. Yang mirip hanya di Jawa dan Bali, cuma nama “ilmunya” beda. Di Jawa disebut “neptu”, di Bali disebut “urip”.
Karena itu saya kaget ketika Aburizal Bakrie marah karena dalam gambar sampul Majalah Tempo dikeningnya ada angka 666. Beliau rupanya percaya akan makna angka dan saya tambah kaget lagi karena berdasarkan kepercayaan tertentu.

Tadinya saya pikir beliau senang, karena saya teringat makna angka 666 dari “kepercayaan” yang lain. Saya membayangkan, Pak Ical akan maju terus bisnis dan kariernya. Lagi pula sebagai penggemar tenis, dapat point 6 berarti memenangkan pertandingan. Ternyata, menurut beliau, itu angka setan. Ih, ngeri juga.

Apakah yang menggambar wajah Pak Ical dengan angka itu, tahu seluk beluk angka dari berbagai kepercayaan? Saya meragukannya. Mereka, tim desain Tempo itu, anak-anak muda yang “lurus”, tak pernah saya jumpai pegang buku primbon, apalagi memelototi “Ramalan Romo Gayeng” untuk memasang togel. Saya kira, mereka hanya tak sempat ke Tanah Abang makan sop kambing, lalu kesal dan menulis angka 666. Maklum, langganannya “Bang Kumis 999”. Eh, somasi pun datang, tapi bukan dari Tanah Abang.
(Diambil dari Koran Tempo edisi 23 November 2008)

1 komentar:

Arta mengatakan...

Om Swastyastu,
berbicara mengenai angka, bgmn dengan angka kembar? sebetulnya saya sedang berusaha mencari makna angka2 kembar tersebut, contoh misalnya: 11:11, 10:10, 09:09, 00;00 dan yang lainnya . atau kadang2 21:12, 23:32, dll. Terus terang angka2 ini sangat sering sy temukan, dan tanpa disengaja (ketika melihat jam HP, jam komputer, atau jam tangan). Sangat misterius...

suksme,


Free Blog Content